Definisi, Tipe, Lingkungan, Organisme Zona Intertidal



BAB I
PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam keindahan pulau dan juga berbagai macam ekosistem yang terkandung didalamnya. Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakan secara utuhsebagai suatu kesatuan. Sehingga terkadang kita harus membaginya menjadi sub-bagian yang dapat dikelola agar lebih mudah dipahami. Selanjutnya, masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prinsip-prinsip ekologi yang menentukan kemampuan adaptasi organism dalam suatu komunitas.

Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiahyang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memiliki sejumlah fungsi ekologis berupa hasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah (Bengen, 2002).

Salah satu perairan laut Indonesia memiliki zona intertidal. Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistem lingkungan yang ada, dimana zona intertidal merupakan zona yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan luas area yang sempit antara daerah pasang tertinggi dan surut terendah. Zona intertidal dapat juga diartikan sebagai bagian laut yang paling banyak dikenal serta terdiri dari daerah pantai berbatu, pantai berpasir, dan pantai berlumpur serta memiliki keragaman faktor lingkungan. Hanya zona inilah tempat penelitian terhadap organism perairan dapat dilaksanakan secara langsung selama periode air surut tanpa memerlukan peralatan khusus. Zona ini telah diamati oleh manusia dalam waktu cukup lama.

Di dalam zona intertidal terdapat substrat yang berbeda seperti pasir, batu, dan lumpuryang menyebabkan adanya fauna dan struktur komunitas di daerah intertidal. Tampaknya oksigen bukanmerupakan faktor pembatas kecuali pada keadaa tertentu. Nutrient dan pH juga tidak penting bagi organism seta struktur komunitad di daerah intertidal.

Tata ruang sebagai wujud structural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuho berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beranekaragam sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan peisisr menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fungsi dimensi ekologi yang dimiliki kawasan pesisir perlu ditingkatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah tentang zona intertidal antara lain:
  • Untuk menganalisa bagaimana proses kehidupan organisme (biota) yang terdapat di zona intertidal

  • Mengetahui cara-cara pengelolaan di zona intertidal

  • Merumuskan bentuk pengelolaan pada zona intertidal

  • Mengetahui lebih lanjut akan zona intertidal
1.3 Manfaat
Sebagai bentuk pemahaman akan kondisi lingkungan dan jenis biota yang ada di zona intertidal untuk dijadikan sebagai pengelolaan zona intertidal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Zona Intertidal
Zona intertidal merupakan zona yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan luas area yang sempit antara daerah pasang tertinggi dan surut terendah. Zona intertidal dapat juga diartikan sebagai bagian laut yang paling banyak dikenal serta terdiri dari daerah pantai berbatu, pantau berpasir, dan pantai berlumpur serta memiliki keregaman faktor lingkungan. Zona intertidal merupakan daerah laut yang dipengaruhi oleh daratan sehingga mengandung unsur hara yang tinggi. Daerah ini dapat mencakup berbagai jenis habitat, termasuk batu-batu karang yang curam, pasir pantai, atau lahan basah (misalnya, luas mudflats).


Gamber 1. Zona Intertidal
Sumber : yumechantiq.files.wordpress.com

Menurut Nybakken (1988) zona intertidal (pasang surut) merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali, hanya beberapa meter luasnya, terletak antara daerah pasang tertinggi dan surut terendah. Zona ini merupakan bagian laut yang mungkin paling banyak dikenal dan dipelajari karena sangat mudah dicapai manusia.

Menurut Prajitno (2007) zona intertidal adalah area sempit dalam sistem bahari antara pasang tertinggi dan surut terendah. Zona kedua merupakan batas antara surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal). Zona ketiga adalah batas bawah dan surut terendah dari garis permukaan laut. Pada batas yang berbeda, zona intertidal memiliki biota yang berbeda serta suhu yang berbeda.


Gambar 2. Bagian Zona Intertidal
Sumber : marlinraunsai-biologiperairan.blogspot.com

Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia dan memiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini akan sangat rentan terhadap gangguan.Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di dalamnya.Salah satu pengaruhnya dapat berupa cara beradaptasi.Dimana adaptasi ini sangat diperlukan untuk mempertahankan kehidupan biota yang terdapat di zona intertidal ini.Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona intertidal.

Luas zona intertidal sangat terbatas tetapi meskipun memiliki luas yang terbatas terdapat variasi faktor lingkungan yang terbesar dibandingkan dengan daerah bahari lainnya dan variasi ini dapat terjadi pada daerah yang hanya berbeda jarak beberapa sentimeter saja. Adapun variasi faktor lingkungan ini meliputi suhu,fluktuasi,kecerahan dan lain-lain.Bersamaan dengan ini terdapat keragaman kehidupan yang sangat besar,lebih besar daripada yang terdapat di daerah subtidal yang lebih luas.

2.2       Kondisi Lingkungan
Zona intertidal sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Kondisi lingkungan di zona ini cukup bervariasi dan biasanya dipengaruhi oleh faktor harian maupun musiman.Kondisi lingkungan yang beragam dan berbeda dapat dilihat dari perbedaan (gradient) yang secara fisik mempengaruhi terbentuknya tipe atau karakteristik komunitas biota serta habitatnya. Sejumlah besar gradien ekologi dapat terlihat pada wilayah intertidal yang dapat berupa daerah pantai berpasir,berbatu maupun estuari dengan substrat berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai ini dapat dipahami melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang dipusatkan pada perubahan utamanya serta hubungan antara komponen biotik (parameter fisika-kimia lingkungan) dan komponen abiotik (seluruh komponen makhluk atau organisme) yang berasosiasi di dalamnya.

2.2.1 Pasang surut (Tide)
Faktor pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya permukaan laut secara periodik selama suatu interval waktu.Proses terjadinya pasang surut ini karena adanya interaksi gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem bulan.Umumnya pasang surut mempengaruhi organisme dan juga komnitas di zona ini karena adanya kontak langsung dengan udara terbuka secara periodik.

Peristiwa pasang-surut (tide) dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
  1. Pasang Purnama, merupakan pasang yang menunjukkan kisaran terbesar (baik naik maupun turun) dan terjadi ketika bulan dan matahari terletak sejajar sehingga kedua gayanya bergabung

  2. Pasang Perbani ,merupakan pasang yang terjadi apabila matahari dan bulan membentuk sudut siku-siku dan gayanya saling menetralkan.
Peristiwa pasang surut tentu berkaitan dengan waktu. Hubungan pasang surut dengan waktu akan menimbulkan suatu fenomena terhadap zona intertidal. Biota yang terdapat di zona intertidal yang terkena udara dalam waktu yang lama maka akan semakin besar kemungkinannya mengalami suhu letal(mematikan) atau kehilangan air.

Pasang surut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang surut diurnal,atau dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi diurnal. Dan ada juga yang berperilaku diantara keduanya disebut dengan pasang surut campuran.Kombinasi antara pasang surut dan waktu dapat menimbulkan 2 akibat langsung yang nyata pada kehadiran dan organisasi komunitas intertidal. Akibat pertama yang timbul disebabkan oleh perbedaan waktu relatif antara lamanya suatu daerah tertentu di intertidal berada di udara terbuka dengan lamanya terendam air. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada saat itulah organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan kemungkinan mengalami kekeringan (kehilangan air).

2.2.2 Suhu
Semakin dalam suatu perairan maka suhunya akan semakin dingin dengan kandungan oksigen yang sedikit,sedangkan perairan yang berada dipermukaan mengalami suhu yang tinggi dan juga kandungan oksigen yang tinggi.Hal ini dipengaruhi oleh jumlah sinar matahari yang masuk ke perairan.Pada daerah intertidal suhu juga sangat berpengaruh baik secara musiman maupun harian.Pada suhu yang tinggi pada daerah intertidal tentu akan meyebakan kematian terhadap organismenya karena adanya perbedaan suhu tersebut.

Suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi surya,posisi surya,letak geografis, musiman, kondisi awan dan proses anatara air tawar dan air laut.

2.2.3 Salinitas
Salinitas adalah jumlah kandungan garam dalam suatu perairan yang dinyatakan dalam permil.Pada air laut salinitas yang dikandung tentu akan sangat berbeda dengan air tawar dan payau.Perbedaan salinitas pada perairan ini tentu memiliki perbedaan biota baik dalam sistem osmoregulasinya,cara beruaya dan lain-lain.Salinitas yang terkandung pada perairan dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan seperti muara sungai atau gurun pasir,adanya musim,dan interaksi air dan udara.Salinitas yang berbeda antara perairan tawar.payau dan laut akan mengalami perubahan salinitas.

Perubahan salinitas terjadi melaui 2 cara, yaitu:
  • Salinitas akan menurun apabila zona intertidal terbuka pada saat pasang turun dan kemudian digenagi air akibat hujan lebat.

  • Daerah yang menampung air ketika pasang surut turun dapat digenangi oleh oleh air tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga salinitas menurun atau kenaikan salinitasa dapat dilihat apabila proses penguapan terjadi.
2.2.4 Gerakan Ombak
Di zona intertidal,gerakan ombak (gelombang) air laut mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh ini terlihat nyata baik secara langsung maupun tidak langsung.Pengaruh gelombang terhadap zona intertidal berupa,pengaruh mekanik yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena,sehingga organisme yang mendiami zona ini harus mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut.Di samping itu,gelombang kuat dapat menjadi pembatas bagi sebagian organisme. Akan tetapi ada pula sebagian organisme lain yang hanya cocok di daerah dengan ombak yang kuat. Pengaruh lain dari gelombang yakni mencampur dan mengaduk gas-gas di atmosfer sehingga meningkatkan kadar oksigen di dalam air.

2.2.5 Faktor Lain
Adanya substrat yang berbeda-bed yaitu pasir, batu, dan lumpurmenyebabkan perbedaan fauna dan struktur komunitas di daerah intertidal. Hal ini dibicarakan secara terpisah. Tampaknya oksigen bukan merupan faktor pembatas kecuali pada keadaan tertentu. Nutrient dan pH juga tidak penting bagi organism dan struktur komunitas.

2.3 Tipe Pantai Intertidal
Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang padat organismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk jenis hewan maupun tumbuhan.Berbeda dengan pantai berpasir dan berlumpur yang memiliki jumlah dan keanekaragaman biota yang rendah.

 Zonasi adalah distribusi atas & bawah organisme yang dipengaruhi berbagai faktor . Penyebab adanya zonasi dikarenakan dua faktor, yaitu faktor fisik dan faktor biologis.
  • Faktor FisikFaktor fisik : Kemiringan permukaan berbatu, Kisaran Pasang Surut & Keterbukaan terhadap gerakan ombak
    Akibat : Kekeringan, Suhu, Salinitas & Gelombang Cahaya.
    Pada faktor fisik, faktor pembatas utamanya ialah kekeringan. Kekeringan merupakan masalah yang serius pada zona intertidal.  Karena organisme intertidal merupakan organisme laut, sehingga ketika diletakkan di atas ketinggian pasang-surut normal akan mati, dan yang lebih muda lebih cepat mati daripada yang tua. Hal itu disebabkan karena kekeringan.

  • Faktor BiologisFaktor biologis yang utama adalah persaingan (kompetisi), pemangsaan (prtedator) dan grazing (herbivor).
    Kompetisi : Pantai berbatu terbatas persediaan ruang karena luas daerah yang terbatas.
    Predator utama : BintangLaut.
    Grazer : Limpet, Bulu Babi, Siput litorina

2.3.1 Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan pantai yang paling padat makroorganisme dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Pembagian zona untuk pantai berbatu, yaitu:
  • Zona Horizontal : Zona ini tersusun tegak lurus mulai dari permukaan pasang surut terendah (low tide) sampai ke daratan yang sebenarnya (High tide).

  • Zona Vetikal : Pada zona intertidal berbatu amat beragam,bergantung pada kemiringan permukaan berbatu,kisaran pasang-surut,dan keterbukaannya terhadap gerakan ombak.
Menurut Stephenson dan Stephenson (1949) mengusulkan suatu skema universal untuk pantai berbatu ini, yaitu :
  • Tepi supralitoral, batas atasnya adalah zona untuk teritip (organisme penempel) dan meluas ke batas atas untuk siput dari genus Littorina. Bagian dari zona ini dapat dicapai pasang purnama (full moon), akan tetapi lebih dominan oleh gelombang yang pecah di pesisir.

  • Zona Midlitoral, merupakan batas yang paling luas,dan batas teratasnya bertepatan dengan batas teratas zona teritip sedangkan bagain bagian bawah ditempati Laminaria yang mencapai penyebaran yang paling tinggi.

  • Tepi infralitoral, merupakan zona yang membentang dari pasang surut terendah sampai batas atas dari kebun kelp (sejenis tumbuhan air yang banyak hidup di zona intertidal).
Hamparan vertikal pada zona intertidal berbatu sangat beragam, bergantung pada kemiringan permukaan berbatu, kisaran pasang surut, dan keterbukaannya terhadap gerakan ombak. Jika kemiringan batu itu landai, maka tiap zona akan menjadi luas sebaliknya dalam kondisi pasang-surut dan keadaan keterbukaan yang sama tetapi permukaannya tegak lurus maka zona yang sama akan menyempit. Pada pantai berbatu terdapat beberapa parameter fisik seperti fenomena pasang dinamikanya berpengaruh terhadap biota yang menginginkan kondisi alam yang bergantian antara tergenang dan terbuka dan juga gelombang yaitu energi yang dihempaskan bisa merusak komunitas biota yang menempel di batu-batuan, terutama pada batu yang langsung menghadap ke laut.

Pantai berbatu memiliki beragam karakteristik yaitu Pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air, mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan, batu yang terbenam di air ini menciptakan suatu zonasi habitat karena adanya perubahan naik turunnya permukaan air laut akibat proses pasang yang menyebabkan adanya bagian yang selalu tergenang air, selalu terbuka terhadap matahari, serta zona diantaranya yang terbenam pada pasang naik dan terbuka pada pasang surut. Fungsi utama pantai berbatu ini adalah sebagai tempat menempel yang baik bagi biota,sebagai tempat berlindung bagi biota dan mempunyai komunitas yang jauh lebih kompleks karena bervariasinya relung.

Zonasi pantai berbatu lebih jelas dibanding pantai berpasir dan pantai berlumpur. Zonasi paling menonjol di pantai berbatu karena paling padat makroorganisme dan terbesar keragamannya (hewan maupun tumbuhan). Setiap organisme mempunyai distribusi atas dan bawah yang terbatas sepanjang gradien vertikal.

2.3.2 Pantai Berpasir
Pantai berpasir terdapat di sepanjang garis pantai yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dan bentangan pantai Sulawesi dan Maluku di Laut Banda,dominan dengan kondisi daerah pantai (foreshore) lebih terjal dan lebih dalam. Banyak terdapat pinggiran pantai berkarang.

Pantai ini dapat ditemui di daerah yang jauh dari pengaruh sungai besar, atau dipulau kecil yang terpencil. Makroorganisme yang hidup disini tidak sebanyak di daerah pantai berbatu atau bisa disebut  tidak dihuni oleh kehidupan makroskopis. Umumnya biota yang ada cenderung menguburkan dirinya ke dalam substrat.Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lingkungan yang mampu membentuk suatu konsdisi. Pantai berpasir ini lebih banyak dimanfaatkan manusia untuk berbagai aktivitas rekreasi.

Pantai berpasir ini didominasi oleh 3 kelas invertebrata yaitu cacing polikaeta, moluska bivalvia dan juga crusracea. Sedangkan karakteristiknya meliputi kebanyakan terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung, dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel yang halus dan ringan, total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya.Fungsinya sebagai tempat beberapa biota meletakkan telurnya. Adapun parameter lingkungan yang mempengaruhinya adalah adanya pola arus yang akan mengankut pasir yang halus,adanya gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai an juga angin sebagai pengangkut pasir.

Cara makan biota yang hidup di panati berpasir ini yaitu dengan bergantung pada fitoplankton yang terbawa air laut dan runtuhan organik yang dibawa ombak atau memakan hewan pantai lainnya. Kebanyakan biota (organisme) di pantai berpasir sebagai pemakan bahan-bahan yang melayang (suspensi) atau pemakan detritus.

2.3.3 Pantai Berlumpur
Perbedaan antara tipe pantai ini dengan tipe pantai sebelumnya teretak pada ukuran butiran sedimen (substrat).Tipe pantai berlumpur mempunyai ukuran butiran yang paling halus. Pantai berlumpur terbentuk disekitar muara-muara sungai,dan umumnya berasosiasi dengan estuaria.Tebal endapan lumpurnya dapat mencapai 1 meter atau lebih. Pada pantai berlumpur yang amat lembek sedikit fauna maupun flora yang hidup disana. Perbedaan yang lain adalah gelombang yang tiba di pantai, dimana aktivitas gelombangnya sangat kecil,sedangkan untuk pantai yang lain kebalikannya.

Adaptasi organisme dari pantai berlumpur adalah dengan menggali substrat atau membentuk saluran yang permanen,dan hidup dalam keadaan anaerobik atau membuat beberapa jalan yang dapat mengalirkan air dari permukaan yang mengadung oksigen ke bawah. Tipe cara makan yang dominan di panati berlumpur adalah dengan pemakan deposit dan pemakan bahan melayang (suspensi), sedangkan struktur tropik dataran lumpur sering terbentuk berdasarkan 2 hal yaitu, berdasarkan detritus bakteri dan berdasarkan tumbuhan.

2.4 Adaptasi Organisme Intertidal
Organisme intertidal umumnya berasal dari laut, maka adaptasi yang diteliti terutama harus menyangkut penghindaran atau pengurangan tekanan yang timbul karena keadaan yang terbuka setiap hari pada lingkungan darat.

2.4.1 Daya Tahan terhadap Kehilangan Air
Begitu organisme laut berpindah dari air ke udara terbuka, mereka mulai kehilangan air. Jika mereka ingin mempertahankan diri daerah intertidal, kehilangan harus dikurang dan atau organisme harus mempunyai sistem tubuh yang dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan air yang cukup besar selama di udara terbuka.

Mekanisme yang sederhana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada hewan-hewan yang bergerak seperti kepiting dan anemon. Spesies-spesies hewan intertidal mempunyai mekanisme untuk mencegah kehilangan air. Mekanisme ini dapat terjadi secara struktural, tingkah laku, maupun kedua-duanya. Banyak spesies-spesies teritip merupakan spesies yang  utama di zona intertidal diseluruh dunia.

2.4.2 Pemeliharaan Keseimbangan Panas
Organisme intertidal juga mengalami keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas internal. Walaupun kematian akibat kedinginan ditemukan juga pada beberapa organisme intertidal, namun suhu rendah yang ekstrim nampaknya tidak menjadi masalah bagi organisme pantai dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan :

(1) pengurangan panas yang didapat dari lingkungan

(2) meningkatkan kehilangan panas dari tubuh hewan.

Cara pertama, dengan memperbesar ukuran tubuh. Tubuh yang lebih besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk bertambah panas dibandingkan dengan tubuh yang lebih kecil. Contohnya moluska dan gastropoda seperti Littorina littorea yang berukuran besar lebih banyak di zona intertidal daripada yang berukuran kecil.

Cara kedua, dengan kehilangan panas seperti satu mekanisme yang ditemukan pada organisme bercangkang keras seperti moluska, adalah dengan memperluas memperluas cangkang dan memperbanyak ukiran pada cangkang. Ukiran-ukiran tersebut berfungsi sebagai sirip radiator sehingga memudahkan hilangnya panas.

2.4.3 Tekanan Mekanik
Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda, pada pantai berbatu dan pada pantai berpasir. Untuk mempertahankan posisi menghadapi gerakan ombak, organisme intertidal telah membentuk beberapa adaptasi. Salah satu diantaranya yang ditemuka pada turam adalah dengan melekat kuat pada substrat. Sedangkan alga di daerah intertidal menyatukan dirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekat. Hampir semua moluska intertidal beradaptasi terhadap serangan ombak dengan mempertebal cangkang.

2.4.4. Pernapasan
Diantara hewan intertidal terdapat kecenderungan organ pernapasan yang mempunyai tonjolan kedalam rongga perlindungan untuk mencegah kekeringan. Hal ini dapat terlihat jelas pada berbagai moluska dimana insang terdapat pada rongga mantel yang dilindungi cangkang.

Hewan-hewan dengan organ pernapasan yang terlindung juga harus mampertahankan air pada waktu pasang turun dengan cara menutup operkulum atau mengaitkan diri agar pertukaran gas berkurang. Jadi, untuk mempertahankan oksigen dan air ketika pasang turun banyak hewan yang berdiam diri.

2.4.5 Cara Makan
Pada waktu makan, seluruh hewan intertidal harus mengeluarkan bagian-bagian berdaging dari tubuhnya. Karena itu seluruh hewan intertidal hanya aktif jika pasang naik dan tubuhnya terendam air. Hal ini berlaku bagi seluruh hewan baik pemakan tumbuhan, pemakan bahan-bahan tersaring, pemakan detritus maupun predator.

2.4.6 Tekanan Salinitas
Zona intertidal juga mendapat limpahan air tawar yang dapat menimbulkan masalah tekanan osmotik bagi organisme intertidal yang hanya dapat menyesuaikan diri denagn air laut. Kebanyakan tidak mempunyai mekanisme untuk mengontrol kadar garam cairan tubuhnya dan disebut osmokonformer. Adaptasi satu-satunya sama dengan adaptasi untuk melindungi dari kekeringan.

2.4.7 Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau bahkan melekat, sehingga dalam penyebarannya mereka mmenghasilkan telur atau larva yang terapung bebas sebagai plankton. Hampir semua organisme mempunyai daur perkembangbiakan yang seirama dengan munculnya arus pasang surut tertentu, seperti misalnya pada waktu pasang purnama. Hampir semua ikan intertidal berukuran kecil. Bentuk tubuh biasanya biasanya pipih dan gepeng.

2.5 Organisme Zona Intertidal
Menurut Nybakken (1988), beberapa genera alga intertidal bagian atas yaitu Porifera, Fucus dan Entomorpha. Limpet dari genus Patella, Acmaea dan Collisella merupakan hewan yang dominan di daerah intertidal berbatu. Spesies Limpet tertentu mempunyai goresan rumah (home scar) di mana cangkang dapat dengan pas menempatinya. Gastropoda lainnya seperti siput (Littorina) mempunyai opercula yang menutup rapat celah cangkang.

Beberapa Bivalva seperti Mytilus edulis dapat hidup di daerah intertidal. Organisme lain seperti Anemon actinia  dan hydroid Clava squamata menghasilkan lender (mucus) untuk mencegah kehilangan air.

Pada kawasan intertidal, banyak di dominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti beberapa jenis kepiting dan beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) serta cacing pantai (Annelida) yang dapat mengubur diri kedalam pasir. Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membanamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak di jumpai di bandingkan dengan daerah subtidal yang di dominasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna).

Beberapa organisme yang hidup di daerah ini adalah abalone, anemone, rumput laut cokelat, chitond, kepiting, ganggang hijau, hydroids, isopods, limpets, kerang, madibranchs, scilpin, mentimun laut, selada laut, telapak tangan laut, bintang laut, bulu babi, udang, siput, spons, selancar rumput, cacing tabung, dan whelks. Organism di wilayah ini dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar karena lebih banyak tersedia energy dalam ekosistem setempat dan air dangkal yang cukup untuk memungkinkan banyak cahaya yang masuk untuk mencapai vegetasi yang memungkinkan fotosintetik aktivitas, dan salinitas berada pada tingkat hamper normal. Daerah ini juga dilindungi dari predator besar seperti ika karena aksi gelombang dan air masih relative dangkal.

2.6 Ikan-ikan Interdal
Walaupun banyak penelitian yang sudah dilakukan dalam ekologi intervebrata dan tumbuhan dari zona intertidal dengan tiga tipe patai, tetapi hanya sedikit keterangan mengenai ikan di daerah ini atau tentang peranannya di dalam organisasi komunitas baik secara grazer maupun predator. Karena ikan sering hadir di intertidal dalam jumlah yang cukup banyak dank arena telah diketahui bahwa mereka mempunyai pengaruh yang berarti terhadap komunitas lainnya seperti terumbu karang, maka cukup beralasan bila diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menerangkan peranan mereka di daerah intertidal.

Hampir semua ikan intertidal berukuran kecil, karena keadaan lingkungan yang bergolak. Bentuk tubuhnya biasanya pipih dan memanjang (Blenniidae, Pholidae) atau gepeng (Cottidae, Cobiesocidae), yang memungkinkan mereka tinggal di lubang, saluran, celah, atau lengkukan untuk berlindung dari kekeringan dan gerakan ombak. Sebagian besar memiliki gelembung renang dan sangat berasosiasi dengan substrat. Banyak ikan ini yang beradaptasi untuk menahan kisaran salinitas dan suhu yang besar dibandingkan dengan familinya yang berada I daerah subtidal. Beberapa dari mereka beradaptasi dengan cara berada di luar air untuk beberapa saaat lamanya.

Banyak ikan intertidal di zona beriklim sedang yang merupakan karnivora dan menunjukkan peranan yang potensial dalam organisasi komunitas intertidal. Pola daur dari beberapa spesies yang diamati umumnya sama. Telur-telurnya demersal dan diletakkan di batu, karang atau tumbuhan yang tenggelam. Sering, telur-telur tersebt dijaga oleh ikan jantan. Telur menetas setelah beberapa minggu menjadi larva planktonik. Periode plankton bervariasi, lamanya tergantung pada spesiesnya. Dapat berlangsung selama dua bulan, selama periode ini, secara bertahap larva membentuk cirri-ciri ikan dewasa, dan akhirnya menjadi bentik. Jangka waktu hidup dalam fase dewasa umumnya pendek, berkisar antara 2-10 tahun dan dewasa kelamin terjadi pada tahun pertama atau kedua.

Beberapa ikan interdal mengadakan migrasi, bergerak mengikuti pasang surut harian atau musiman.

2.7 Burung
Ketika pasang turun, berbagai burung iasanya berasosiasi dengan zona intertidal. Cukup  mengherankan, pengeruh burung-burung terhadap komunitas intervebrata pada saat ini sangat sedikitdiketahui, kecuali peranan pada hamparandataran lumpur estuary. Banyak burung yang berasosiasi dengan daerah intertidal merupakan burung karnivora atau omnivore. Pengetahuan kita tentang makanan burung ini menunjukkan bahwa mereka makan berbagai intervebrata daerah intertidal, yang selanjutnya member petunjuk bahwa mereka mempunyai peranan penting dalan ekologi daerah intertidal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Zona intertidal merupakan zona yang dipengaruhi oleh pasang durut air laut dengan luas area yang sempitantara daerah pasang tertinggi dengan surut terendah. Zona intertidal juga merupakan daerah laut yang dipengaruhi oleh daratan sehingga mengandung unsur hara yang tinggi. Zona intertidal ini lebih banyak dikenal manusia dan juga mudah dicapai. Pada zona intertidal terdapat keragaman organisme. Hal ini dipengaruhi adanya faktor lingkungan dan suhu yang beragam.

Kondisi lingkungan yang beragam dan berbeda dapat dilihat dari berbedaan yang secara fisik mempengaruhi terbentuknya tipe atau karakteristik komunitas biota serta habitatnya. Berdasarkan adanya zonasiyang berbeda, maka adanya beberapa jenis pantai di zona intertidal. Jenis pantai meliputi pantai berbatu, pantai berlumpur, dan pantai berpasir. Perbedaan zonasi meliputi faktor fisik dan faktor biologis.

Cara adaptasi biota di pantai berbatu, berlumpur dan berpasir memiliki perbedaan masing-masing. Dimana pada pantai berbatu jenis biota yang ditemukan adalah hewan intervebrata dan alga yang cenderung berumur pendek. Sedangkan pada pantai berpasir kebanyakan biota melakukan adaptasinya dengan menguburkan diri kedalam yang tidak dapat dilewati oleh gelombang (contohnya: kerang) dan untuk pantai berlumpur adaptasi yang dilakukan dengan menggali substrat atau membentuk saluran permanen.


DAFTAR PUSTAKA

Nybakken, James W. 1998. Ekologi Terumbu Karang. Gramedia: Jakarta

Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut. Gramedia: Jakarta



Powered by Blogger.